Bab 82
Bab 82
“Bagaimana, Dokter?” tanya Selena dengan sangat tegang hingga suaranya menjadi serak Selena menarik lengan bajunya sendiri dengan erat. Dia takut mengetahui hasil yang akan dilihatnya.
“Untung saja kondisi ayahmu cepat diketahui, sehingga masih sempat diselamatkan. Selena, aku jujur saja padamu, kondisi ayalmu saat ini sangat kritis. Kita harus memanggil spesialis otak terbaik, yaitu Leo, sesegera mungkin, agar bisa menjalankan operasi kraniotomi. Jika tidak... selanjutnya kami juga akan tidak berdaya lagi.”
Selena merasa dirinya bagaikan jatuh ke dalam jurang yang sangat dalam. Dirinya sendiri memang sangat berharap dapat menemukan keberadaan Leo,
Namun, apa daya dirinya yang tidak mempunyai koneksi yang luas? Lewis juga pernah membantunya mencari Leo sebelumnya, tetapi juga tidak mendapatkan hasil.
Melihat Arya didorong keluar dengan wajah yang tampak begitu lemah dan sepasang matanya yang tertutup rapat, Selena berseru, “Ayah!”
Panggilannya seperti batu yang dilemparkan ke dasar sumur, tidak ada respons sama sekali. Tangan Arya yang tidak tertutup selimut tampak kurus dan tua. Dia menjadi sangat tua hanya dalam dua tahun.
Di punggung tangannya, selain jarum yang tertusuk di situ, tampak juga kulitnya yang kendur dan keriput, tidak lagi seperti tangan besar yang biasa menggandeng Selena pulang ke rumah. Selena menunduk di samping Arya dengan air mata yang mengalir deras, terdengar suaranya yang tercekat, “Ayah, bangunlah dan lihatlah aku...
#
Terlepas dari apa yang telah Arya lakukan pada orang lain, setidaknya dia tidak pernah memperlakukan Selena dengan buruk, Selena tentu menyadari hal itu, sehingga dia tidak boleh diam saja.
Sebuah adegan muncul di benaknya. Pada hari dia melompat dari gedung, Harvey mengatakan bahwa dia bisa menemukan Leo.
Dengan koneksi dan kekuatan finansial yang dimiliki Harvey, tidak mengherankan jika dia bisa menemukan Leo. Jika bukan karena Selena sudah berada di ambang kematian, Harvey pun tidak akan pernah memberitahunya.
Meskipun Selena tahu betul bagaimana kebencian Harvey pada dirinya dan Arya, tetapi demi Arya, ini adalah satu-satunya cara yang bisa dia lakukan.
Dua hari yang lalu, Seléna baru saja membuat keputusan untuk tidak mau berhubungan lagi dengan Harvey, Namun, tanpa diduga, Selena harus memohon pada Harvey lagi sekarang.
Selena menyeka air matanya, lalu mengurusi administrasi dan berbagai kebutuhan Arya Setelah itu, dia pergi mencari Harvey setelah mengetahui keberadaannya saat ini melalui Chandra
Selena naik taksi menuju Silverwings
Di tempat yang dipenuhi oleh minuman beralkohol dan musik itu, para penari dengan pakaian tipts menggoyangkan tubuh mereka yang mempesona.
Banyak pria dan wanita di sudut-sudut berciuman dengan mesra. Meja di mana minuman- minuman itu diletakkan penuh sesak dengan orang-orang
Ketika semuanya sibuk dengan keseruan masing—masing. Selena berjalan lurus dengan terburu- buru menuju sebuah ruang VIP.
Harvey biasanya paling tidak menyukai tempat seperti ini. Meskipun berkumpul dengan teman- temannya, dia akan memilih tempat yang tenang.
Dengan mengikuti Chandra yang menunjukkan jalan, Selena membuka pintu ruangan.
Ini adalah ruang VIP mewah yang besar dan dapat menampung hingga seratus orang lebih Meskipun ada banyak pria dan wanita di dalamnya, Selena tetap dapat menemukan Harvey di tengah kerumunan dalam sekejap.
Harvey bersandar di kursi kulit dengan mata tertutup rapat. Dia duduk dengan begitu tenang. sampai-sampai sosoknya tampak sangat kontras dengan keramaian dan kebisingan di sekelilingnya
Tanpa tatapan matanya yang tajam, Harvey tampak tidak berbahaya
Di sebelahnya ada seorang pria tampan dengan pakaian santai berwarna abu-abu sedang merendam kaki sambil memakai masker mata berbulu di lehernya.
Kalau orang lain memegang wiski atau Ace of Spades, yang dia pegang malah sebuah termos berisi goji berry.
Kedua orang ini, yang satu seolah menganggap tempat ini sebagai hotel, sedangkan yang satunya lagi menganggap tempat ini sebagai tempat merendam kaki.
Selena melihat seorang wanita dengan pakaian terbuka berpindah ke sisi Harvey, lalu dengan beraninya hendak mencium bibir Harvey.
Karena mencium aroma parfum yang kuat, Harvey langsung terbangun dari mimpinya. Begitu membuka mata, dia berhadapan dengan bibir merah menyala milik wanita tersebut.
Harvey secara refleks langsung mendorong wanita di depannya tanpa belas kasihan
“Ahhh!” jerit wanita itu Dia pun terjatuh di depan Selena.
Roknya yang sangat pendek pun tersingkap, hingga memperlihatkan pakaian dalam yang sekol di dalamnya. Hal ini mengundang siulan dari para pria di sekitarnya,
Kejadian seperti itu membuat Selena merasa tidak nyaman. Dia pun mendongak dengan panik, lalu tepat berhadapan dengan tatapan Harvey yang mengarah pada dirinya. Pandangan mata Harvey sangat tenang, tetapi samar—samar terkesan penuh hinaan.
Benar, Harvey baru saja menganggap bahwa Selena bersikap tidak konsisten. Sekarang kenyataannya, Selena begitu cepat sudah datang mencari Harvey, hal ini justru membuktikan bahwa tudingan Harvey tentang dirinya memang benar.
Namun, yang Harvey pikirkan adalah kalau trik yang dipakai Selena sebelumnya adalah dengan bunuh diri, lalu kali ini apa? /
Selena tentu memahami maksud dari tatapan mata Harvey, tetapi sekarang nyawa Arya dipertaruhkan. Selain Harvey, dia tidak punya pilihan lain.
Meskipun sadar bahwa dirinya hanya akan mendapatkan penghinaan dari Harvey, tetapi dia sudah tidak punya jalan lain. Orang-orang di sekitar juga memperhatikan Selena. Semua yang ada di sini tidak ada yang tahu
bahwa dia adalah mantan istri Harvey, kecuali Johan Oliver.
Seorang wanita dengan tubuh seksi mengamati Selena dari ujung kepala sampai ujung kaki, lalu
menghinanya sambil mengunyah permen karet, “Halo, Tante. Kamu tidak salah ruangan?”
Selena pun teringat, waktu itu ketika Olga mengajaknya untuk pergi ke bar, ada orang yang
mengejek mereka berdua dengan mengatakan bahwa wanita zaman sekarang, ketika jaketnya
dibuka, sudah langsung terlihat baju tank top. Sedangkan mereka berdua, selain memakai jaket
masih ada lagi sweater dan baju penghangat tubuh di dalamnya.
Di antara para wanita seksi ini, Selena adalah satu-satunya yang tubuhnya terbungkus jaket tebal, juga mengenakan topi wol dan lehernya ditutupi dengan syal.
Tanpa mengindahkan perkataan wanita itu, Selena menatap ke arah Harvey dan berkata, “Tuan Harvey, bisa bicara sebentar?”
“Tante tadi tidak linat? Gadis yang lebih cantik daripada dirimu saja telantar di situ. Memangnya menurutmu kamu akan terjatuh dengan pose yang lebih baik daripada dia?” sindir wanita itu. Harvey memandang ke arah Selena, lalu berkata dengan dingin, “Kemarilah.”
Kalimat tersebut seperti tamparan di wajah wanita itu. Selena berjalan melewati kerumunan dengan dilihat oleh banyak orang, hingga akhirnya dia sampai di sisi Harvey.
Johan yang sedang merendam kaki tampak sangat rileks, dahinya bahkan berkeringat karena air rendaman yang hangat.
Seperti biasa, dia suka merawat kesehatannya. Bau rumput gajah menutupi bau alkohol dan arometerapi, serta menyingkirkan hawa yang tidak mengenakkan, sehingga membuat Selena
merasa lebih nyaman.
Johan berinisiatif untuk menyapanya, “Halo, lama tidak bertemu, Selena. Mau merendam kaki?” Mendengar sapaan yang tidak biasa ini, Selena pun dengan sopan menolak, “Tidak perlu, terima kasih.”
Johan kemudian mulai menjelaskan manfaat merendam kaki.
“Merendam kaki dapat meningkatkan sirkulasi darah dan metabolisme tubuh, juga dapat membantumu meningkatkan kualitas tidur, mengurangi tekanan darah tinggi, dan
kardiovaskular. Auramu kelihatan kurang sehat, kamu harus sering merendam kaki, aku baru Saja memperbarui resepnya...”
Harvey menyela celotehan Johan tentang pengetahuan merendam kaki, lalu menarik masker mata di leher Johan dengan jengkel dan berkata, “Kamu tidur saja!”
Orang-orang di sekitar menatap Selena dengan penasaran. Apa latar belakang wanita ini? Kenapa Harvey dan Johan terlihat sangat akrab dengannya? Padahal wajah wanita ini tampak begitu
asing.
Harvey duduk di posisi kursi utama di tengah, kedua kakinya sedikit terbuka. Tanpa disadari, dirinya memancarkan aura berkuasa yang sangat kuat. Dia melirik Selena sekilas sambil bertanya, “Mau apa kamu datang ke sini?”