Chapter 51
Chapter 51
Bab 51
“Apa?” Bu Desy tercengang.
Tracy yang mendengar perkataan ini di telepon, buru-buru bertanya, “Apa yang terjadi? Ada apa dengan anakku?”
“Seseorang yang berpakaian hitam, perawakannya sangat tinggi, memakai masker dan topi, mengancam mereka dan berlari dari pintu belakang, petugas keamanan telah mengejar mereka…”
“Cepat kejar!” teriak Daniel.
“Baik.” Ryan buru-buru mengajak orang untuk keluar mengejarnya.
Pikiran Tracy kacau balau, tangannya yang memegang telepon genggam gemetaran, dengan gelisah berteriak di telepon genggamnya: “Halo, halo, bu guru, sebenarnya apa yang terjadi?”
“Bu, jangan khawatir, dengarkan saya bicara…”
Bu Desy dengan panik menjelaskan keadaannya pada Tracy.
Tracy mendengarnya hingga kedua kakinya lemas dan tersungkur ke tanah.
Entah kapan teleponnya terputus, Tracy mendekap dadanya dan terus mengingatkan dirinya sendiri untuk tenang, tenang, harus tenang…
Sambil buru-buru pulang ke rumah, Tracy menelepon Bibi Juni.
Namun, tidak ada yang mengangkat telepon Bibi Juni. Dia ingin melapor polisi, tetapi dia tidak tahu siapa orangnya. Jika melapor polisi, apakah penculiknya akan marah dan membuat mereka membunuh sandera?
Saat sedang berpikir tak karuan, Bibi Juni menelepon kembali, “Halo, Nona!”
“Bibi Juni, kamu di mana?”
“Saya di rumah. Nona, saya beri tahu sebuah kabar baik. Roxy.”
Di telepon, saat Bibi Juni belum selesai bicara, tiba-tiba terdengar sebuah ledakan keras “bang”.
Saat itu juga, teleponnya terputus.
“Bibi Juni, Bibi Juni, Bibi Juni..” Tracy sungguh sangat panik. Dia berteriak kepada sopir taksi, “Pak, saya mohon lebih cepat, lebih cepat–”
“Kamu.. Kamu mau apa?” Bibi Juni dengan tangan yang gemetar mengacungkan sapu ke arah orang yang berpakaian hitam di depannya. Kamu apakan Carles dan Carla?”
Black tiger membanting Carles dan Carla yang terikat ke atas sofa. Carles menggelengkan
kepalanya dan bersuara bermaksud mengingatkan Bibi Juni untuk cepat lari.
Carla ketakutan hingga terus menangis. Namun, mulutnya tersumpal, suara tangisnya tidak terlalu besar.
“Di mana burung beonya?” Dengan wajah yang dingin dan kejam, Black tiger memojokkan Bibi Juni.
Inn
“A… Apa? Sambil mundur, Bibi Juni menjawab dengan bergetar, “Kamu mau apa? Jangan macam macam. Rumah saya tidak ada uang, kamu salah merampok.”
Dia mengira orang ini datang untuk merampok.
“Saya tanya, di mana burung beonya?” Black tiger bertanya dengan kejam.
“Di… di…”
“Orang jahat, orang jahat, orang jahat!”
Belum sempat Bibi Juni bicara, Roxy yang ada di balkon sudah bersuara.
Black tiger segera menerobos ke balkon.
“Carles, Carla!” Bibi Juni buru-buru melempar sapunya dan melepaskan ikatan Carles dan Carla.
“Nenek, cepat lapor polisi.” Begitu membuka lakban di mulutnya, Carles langsung mengingatkan Bibi Juni.
“Oh, oh.” Bibi Juni dengan paniknya, segera mengambil telepon genggamnya. Saat akan menelepon, dari balkon terdengar suara teriakan Roxy, “Ah, tolong–”
“Roxy!” Tanpa pikir panjang, Carla langsung menghampirinya. Tangannya yang kecil dan gemuk melambaikan sapu dan dengan suara galak menegur orang berpakaian hitam itu, “Lepaskan Roxyku.”
“Carla!” Carles lari menghampirinya. Dengan kepalan kecil, alis terangkat, tampang yang sangat garang, melindungi di depan Carla.
Black tiger menatap dengan remeh, dia sama sekali tidak takut kepada 2 anak bocah itu.
Saat dia mengangkat sangkar burung beo dan ingin pergi, Carla memukuli kakinya dengan sapu: “Lepaskan Roxyku, lepaskan dia.”
Black tiger langsung menangkap sapunya dan mematahkannya dengan mudah, juga membuat ekspresi galak untuk menakuti Carla..
“Whoaaa.” Carla takut hingga menangis. Wajah kecilnya yang gemuk memerah. Matanya yang jernih bak anggur yang ungu beruraian air mata, jatuh setetes demi setetes.
“Kurang ajar, menindas adikku.”
Carles yang melihat adiknya takut hingga menangis, memukuli Black tiger dengan tongkat
jemuran.
“Bocah tengik, tcnaganya besar juga.” Black tiger dipukulinya hingga terseok-seok, dengan marah dia berkata, “Kalian semua minggir. Jika tidak, akan kuhajar kalian.”