Bab 73
Bab 73
Bab 73 Tidak Pernah Benar-benar Bersama
Aroma kuat dari parfum menyapa lubang hidungnya dan Fabian meringis tanpa sadar.
Alin memang sangat mengagumkan. Dan itulah alasan utama dia memilih wanita itu diantara begitu banyak wanita lain.
Tapi, semenjak dia kembali ke negaranya, dia menjadi sangat kesal dengan emosi Alin dan ia juga kadang rasanya suka sekali memaksa. Bahkan bau parfumnya sangat kuat.
Tidak seperti Vivin, mau saat mereka masih kuliah ataupun sekarang, hanya ada sedikit aroma di tubuhnya. Aroma itu adalah aroma sabun mandi yang dia gunakan, samar, namun selalu menyegarkan…
Sial!
Kenapa aku memikirkan wanita itu lagi!
Semakin dia melihat Alin, semakin ia kesal, sehingga dia langsung mendorong wanita itu. menjauh. “Aku masih harus menghadiri pertemuan nanti. Jika kau lelah, kau bisa istirahat sejenak disini. Ingatlah untuk menutup pintu begitu kau pergi.”
Setelah itu, dia bangkit dan meninggalkan ruangan itu, benar-benar mengacuhkan wajah pucat Alin.
Alin mengepalkan tangannya erat sambil menatap Fabian yang berjalan keluar dari ruangannya, dan kuku berwarna merah miliknya hampir menembus kulit tangannya.
Apa itu ilusi? Dia merasa semenjak Fabian bertemu dengan Vivin, dia menjadi semakin jauh darinya.
Apa itu berarti dia belum benar-benar melepaskan wanita itu?
Tidak!
Itu tidak mungkin!
Dia bahkan sudah siap mempermalukan Vivin. Bagaimana bisa dia masih punya perasaan terhadapnya?
Tunggu sebentar.
Apa mungkin rencana Fabian sebenarnya adalah memisahkan Fnno dan Vivin sehingga wanita itu bisa sendiri lagi?
Saat hal itu melintasi pikiran Alin, wajahnya semakin memucat.
Sialan!
Tidak! Aku tidak akan membiarkan Vivin kembali!
Sambil menggigit bibirnya, Alin mendapat sebuah ide.
Saat Alin meninggalkan ruangan Fabian, pegawai di perusahaan majalah itu tidak tahan untuk mulai bergosip lagi.
“Astaga! Jadi itu tunangan Kepala Editor? Dia terlihat menawan dan gaya pakaiannya juga sangat bagus.” Sarah terlihat terpesona dan berseru dengan penuh rasa kagum.
Vivin duduk ditempatnya; dia melihat sekilas kearah Alin dan pandangan matanya menggelap.
Itu benar. Alin memang selalu terlihat mempesona dan penampilannya memang seperti putri semenjak kecil. Dia selalu terlihat menawan.
Dibandingkan dirinya, aku bukanlah siapa-siapa, yang selalu terkubur oleh sapaan cerahnya.
Sandra yang tengah duduk disebelahnya mendengar Sarah dan mencemoh, “Tentu saja, ada perbedaan yang kontras antara tunangan sah dan orang ketiga. Jika aku jadi kamu, Vivin, aku pasti akan mundur.”
Vivin menatap tajam kearah Sandra dan tiba-tiba berdiri.
Sandra hampir terjungkal karena takut dan dia melangkah mundur. “Vivin, kau mau apa?”
“Tidak ada.” Melihat raut wajah ketakutan wanita itu, seringai di bibir Vivin melebar. “Aku hanya bersiap-siap selesai.”
Setelah itu, dia meraih tasnya diatas meja dan meninggalkan kantor.
Dia sangat beruntung karena saat sampai di elevator, Alin sudah pergi, yang secara tidak langsung menyelamatkan mereka dari situasi canggung.
Segera setelah dia sampai dirumah dan masuk, dia bisa mencium aroma lezat yang terbawa dari arah dapur, dan dia langsung tahu kalau Muti dan Lubis sudah kembali.
Dia mencuci tangannya sebelum duduk untuk makan malam bersama Finno.
Tidak tahu kenapa, Finno terlihat terganggu dan tidak berselera makan meskipun diatas meja sudah dipenuhi oleh makanan mewah masakan Muti. Dia mengambil beberapa lauk untuk Vivin dengan linglung sambil berkata, “Aku tidak ada kegiatan akhir pekan ini. Aku ingin menemanimu mengunjungi ibumu di rumah sakit.”
Dengan kaget, Vivin menjawab gelisah, “Tidak usah.”
Finno mengangkat alisnya, lalu menoleh kearah Vivin. “Kenapa?”
Vivin menyadari bahwa responnya terlalu kasar dan dengan raut malu diwajahnya, dia menjawab
tanpa pikir panjang, “Ibuku baru saja sembuh, jadi dia butuh banyak istirahat.”
“Kupikir ada alasan lain dibalik itu?” Semuanya terlihat jelas bagi Finno. “Itu karena ibumu tidak mau melihatku.”
Tangan Vivin yang tengah memegang pisau makan berhenti di udara dan dia mulai menggerakkan bibirnya. “Tentu saja tidak.”
“Kenapa tidak?” Finno sangat santai. “Aku bisa merasakannya. Ibumu tidak menyukaiku.”
Vivin tidak bisa berkata apapun untuk menolak pernyataan pria itu, jadi dia hanya bisa menjawab dengan kikuk, “Itu bukan karena kau. Tapi ibuku memang begitu. Dia tidak suka pria kaya.”
Finno sekarang bahkan menjadi lebih terkejut.
Padahal dia sudah mengamati latar belakang keluarga Vivin, oleh karena itu, dia selalu waspada dengan status ‘simpanan’ atau ‘orang ketiga milik Ratna Willardi.
Finno tidak mengatakan apapun namun Vivin scolah mampu membaca pikirannya. Dia tertawa getir dan bertanya, “Kau tahu aku anak haram, kan? Kau pasti berpikir bagaimana bisa ibuku tidak menyukai pria-pria kaya setelah hidup bersama dengan Haris.”
Finno tetap diam.
“Kenyataannya adalah, ibuku tidak pernah benar-benar bersama Haris.”