Bad 62
Bad 62
Bab 62
“Tidak. Elan-aku ingin pergi ke rumah sakit bersamamu,” Helen mengerucutkan bibirnya sambil memegang lengan baju Elan dengan erat layaknya anak kecil yang takut kehilangan kasih sayang.
“Aku tidak bisa ikut denganmu karena aku masih punya urusan. Jadilah anak baik dan Roy akan membawamu ke rumah sakit,” bujuk Elan dengan lembut.
“Tidak. Aku ingin pergi bersamamu, atau aku tidak akan pergi sama sekali,” rengeknya keras kepala.
Elan mengerutkan dahinya sambil menimbang-nimbang. Dia tahu kalau wanita itu masih syok karena kecelakaan, jadi masuk akal kalau dirinya membawanya ke rumah sakit menemaninya menjalani pemeriksaan. Tapi, saat dia memikirkan ini, Tasya tiba-tiba mengejek, “Kalau begitu, kamu tidak perlu ke rumah sakit saja, Helen. Pak Elan dan aku masih harus mengurus sesuatu. Ayo, Pak Elan, kita harus pergi!”
Dada Helen kembang-kempis tak beraturan saat mendengar itu, dan dia mulai gemetar dan merintih, “Aku merasa pusing, Elan!” Setelah itu, matanya terlihat tak fokus dan kakinya terlihat akan limbung. Gerakan tanggap Elan yang menangkap tubuhnya yang membuatnya tidak sampai jatuh ke tanah.
Dia langsung mengangkat tubuhnya dan membawanya ke kursi penumpang mobil, lalu berkata, “Aku akan mengantarmu ke rumah sakit, Helen.” Dia lalu menatap Tasya, yang berdiri diam di tempatnya, “Apa kamu bisa kembali ke kantor sendirian?”
Tasya melihat mobil itu melaju pergi dari parkiran, meninggalkannya begitu saja. Dia menghela nafas berat sebelum pergi menuju kantor.
Di rumah sakit pribadi yang beroperasi di bawah naungan Perusahaan Prapanca, Helen sudah melakukan beberapa pemeriksaan, dan disimpulkan kalau dia baik-baik saja kecuali syok dan gegar
otak ringan. Dokter juga mengatakan kalau dia akan sehat setelah istirahat beberapa hari ke depan.
Elan duduk di pinggir ranjang rumah sakit. Melihat benjolan dan wajah pucat Helen, dia menghiburnya dan berkata, “Jangan khawatir, kamu hanya harus di sini selama dua hari untuk pemeriksaan.”
“Elan, apa yang akan kamu lakukan bersama Tasya? Apa kalian akan pergi bekerja atau apa?” Tanya Helen sambil berbaring khidmat di ranjangnya, pura-pura penasaran,
Elan menggelengkan kepalanya. “Aku ingin membawanya ke kediaman Prapanca untuk bertemu dengan nenekku.”
Helen merasa terkejut lalu bertanya, “Kenapa kamu ingin dia bertemu dengan nenekmu?”
i mera
n ne
“Aku dulu pernah diculik ketika kecil, dan ibu Tasya-lah yang mengorbankan hidupnya untuk menyelamatkanku. Sejak saat itu, nenekku selalu ingin membalas kebaikannya,” jelas Elan berterus- terang.
“Apa? Kamu anak yang pernah diselamatkan oleh ibu Tasya hari itu? Tasya dan aku adalah teman sekelas semasa SD dan SMP. Aku sudah dengar kalau ibunya meninggal ketika bekerja, tapi aku tidak menyangka orang yang diselamatkannya adalah kamu. Ibunya adalah wanita yang tidak mementingkan dirinya sendiri,” Helen menyuarakan kekagumannya. “Aku selalu mengagumi ibunya.”
Apa sesuatu terjadi diantara dirimu dan Tasya?” Tanya Elan penasaran. Bisa dikatakan Tasya sangat membenci Helen sampai kebencian wanita itu sangat tidak bisa terelakkan lagi.
Helen tampak merenung lama sebelum menjawab, dan dia menghela nafas pelan, “Tasya pernah menyelamatkanku sekali saat aku dimanfaatkan orang, tapi pada akhirnya, dia malah dilecehkan.
Sejak saat itulah dia membenciku.”
“Dilecehkan?” Wajah Elan memucat, memikirkan maksud Helen mungkin adalah pelecehan tertentu.
“Iya. Beberapa gigolo berakhir memperkosanya. Karena aku-lah, dia mengalami hal mengerikan seperti itu,” Helen hampir menangis dan matanya mulai berkaca-kaca. Dia menutup wajahnya dengan kedua tangannya dan berkata dengan sedih, “Aku tidak pernah berhasil mendapatkan maaf darinya, bahkan meski aku harus menghabiskan seluruh hidupku untuk menebus kesalahanku.”
Elan merasa kerongkongannya kering. Tasya pernah dilecehkan seorang pria sebelum ini? Apa kamu yakin dia…” Kata-kata itu terhenti dan dia menatap Helen lamat-lamat, tidak ingin menerima apa yang baru saja didengarnya.
Air mata Helen mengalir dan dia mengangguk pelan sebelum berkata, “Iya, kesuciannya diambil dengan kejam malam itu tanpa kehendaknya. Itu adalah pertama kali baginya dan aku… Dia dilecehkan karena aku, dan aku tidak pernah bisa mendapatkan maafnya. Dia selalu membenciku setelah kejadian mengerikan itu, dan aku pantas mendapatkannya. Aku pantas untuk dibenci olehnya seumur hidup.”
Setelah mengatakan hal itu, Helen berkata di dalam hati dengan sungguh-sungguh, Aku hanya ingin Elan tahu kalau Tasya bukanlah wanita yang suci dan polos. Sekarang, tidak peduli betapa cantiknya dia, dia pasti akan selalu jelek di matanya!
Elan, di sisi lain, merasa dirinya seolah mengalami gempa bumi susulan. Dia sangat terkejut sampai wajah tampannya terlihat membeku, dan matanya terbelalak sambil memikirkan apa yang baru saja diketahuinya.
“Dia berhak membenciku. Tidak ada yang bisa kulakukan untuk menebus dosaku, I
Kulakukan untuk menebus dosaku, Elan. Aku tahu kalau aku punya pengalaman yang sama sepertinya, tapi aku bersyukur karena kamu mau bertanggungjawab. Aku tidak bisa mengatakan Tasya meridapatkan n yang sama; dia bertemu den ao bajingan yang menidurinya dan membuangnya begitu saja setelah itu.”
“Apa itu artinya anak itu milik si gigolo itu?” Ucap Elad dengan nada pelan, tangannya mengepal di atas lututnya. Aku tidak percaya dia pernah mengalami hal