Bab 15
Bab 15
“Samara Wijaya?” Mendengar dua kata itu membuat Samantha bagaikan disambar petir, raut wajahnya yang terlihat cantik seketika berubah menjadi muram dan kusut. Lima tahun lalu, bukankah wanita itu sudah mati? Mati ditangannya sendiri, di lautan api yang membakar habis tulang-tulangnya? Bagaimana mungkin dia masih hidup? Ketakutan mulai menghantamnya seperti gelombang ombak, tidak mungkin, ini tidak mungkin. Samantha seperti akan mati lemas, dia berusaha keras menstabilkan nada bicaranya namun nada bicaranya sudah tidak semanis tadi. “Pak Michael…Saya sangat penasaran orang seperti apa yang disukai oleh Oliver dan Olivia? Apakah kamu bisa memberitahukan kepadaku…seperti apa rupa wanita itu?” Pak Michael berpikir sejenak lalu berkata : “Nona Samara terlihat sangat biasa, sepertinya berusia 24-25 tahun, dan tingginya sekitar 165cm, selain sepasang matanya, fitur wajah yang lain sangat biasa…bisa diperkirakan dia juga sudah sering berjemur dibawah sinar matahari, wajahnya penuh dengan bintik-bintik….” Setelah mendengar itu, Samantha barulah merasa lega, dan mulai tersenyum kembali. Dia dan Samara adalah kembar identik, fitur wajah mereka sama percis, secara keseluruhan mungkin Samara sedikit lebih cantik dibandingkan dengannya, tapi setelah Pak Michael mengatakan kalau Samara yang bertamu ke rumah memiliki wajah yang penuh dengan bintik-bintik, bisa dipastikan itu bukanlah kakaknya. Setelah menutup telepon, Samantha memutar gelas anggur yang ada di tangannya, dan seberkas cahaya tajam melintas dimatanya. Orang itu sudah mati terbakar ditangannya, mana mungkin dia bisa bangkit kembali dan merubah tubuhnya? Wanita jelek yang bernama Samara Wijaya itu pasti hanyalah kebetulan yang menakutkan. …… Supir pribadi Keluarga Costan mengantarkan Samara sampai dirumah. Samara melihat apartemen tipe 120 yang dia sewa dan seketika merasa kalau rumahnya ini sedikit kumuh bila dibandingkan dengan vila kediaman Keluarga Costan yang megah dan luas. Setelah mendengar langkah kaki Samara, Javier bergegas keluar dari kamarnya. “Ibu, saya akan menghangatkan supnya untukmu.” Tidak lama kemudian, Javier meletakkan semangkuk sup ayam herbal yang dia buat didepan Samara : “Ibu, ini adalah sup ayam herbal, saya khusus menambahkan Chong Cao, Huang Qi, Gojiberry serta jujube yang baik untuk kesehatanmu.” Samara langsung meminum dan merasakan kehangatan yang menyelimutinya. Meskipun keahlian memasak Javier masih tidak bisa dibandingkan dengan koki Keluarga Costan, tapi Samara lebih suka memakan
masakan putrnya sendiri, dia juga tidak menahan diri dan langsung menghabiskan sup yang dimasak oleh Javier. Javier tidak terburu-buru membereskan piring kotor, dia mengeluarkan ponselnya dan menunjukkannya kepada Samara. “Ibu, kakak baru-baru ini lolos audisi disebuah drama, dia memerankan putra dari pemeran utama wanitanya. Saat kakak pertama kali melihat pemeran utama wanita dalam drama online itu, dia langsung tercengang, tempramen wanita itu sedikit berbeda denganmu, tapi wajah kalian sangat mirip. Kakak tidak memberitahukan kepada pemeran utama wanita itu kalau wajahnya sangat mirip dengan ibu, tapi dia bertanya kepadaku apakah pemeran utama wanita ini punya hubungan dengan ibu?” Javier berkata sambil memperbesar foto yang ada dilayar ponselnya hingga tampak wajah wanita itu. Hanya melihat sekilas saja, Samara langsung mengenali siapa wanita ini. Samantha. Selama bertahun-tahun, Samara telah memendam kebencian di hatinya dan berusaha membuat dirinya terlihat sebahagia mungkin, tetapi tidak ada yang bisa memahami rasa sakit yang ada didalam hatinya. Setiap malamnya, saat semua orang sudah terlelap, adegan pembakaran yang dilakukan oleh Samantha akan terulang dibenaknya seperti film yang diputar berulang-ulang. Jari-jari Samara mencengkram taplak meja dengan kuat, sampai-sampai tablak mejanya robek. “Ibu, ada apa?” “Javier, dia adalah adik kandungnya ibu, tapi dia juga orang yang melukai ibu paling dalam.” Tatapan mata Samara kabur : “Kamu beritahu kepada Xavier, jangan sampai dia membocorkan identitas ibu, dan jangan beritahu Samantha kalau dia adalah putraku.” Melihat Samara yang terlihat teraniaya, Javier menganggukkan kepalanya : “Ibu, saya sudah tahu.” Samara selalu menahan diri untuk menjelaskan hal ini kepada kedua putranya. Meskipun IQ dan EQ mereka sama-sama tinggi, tapi bagaimana dia bisa memberitahu mereka kalau orang yang disebut dengan ‘bibi’ ini pernah mencoba membakar ibunya, dan membunuh dua kakak mereka yang terus disebut anak haram? Dendam ini, pasti akan dia balaskan suatu hari nanti. …… Waktu berlalu dengan cepat, hari peringatan kematian ibunya sudah tiba lagi. Samara yang tidak berada di dalam negeri selama lima tahun ini, tidak pernah mengunjungi makam ibunya. Jadi kali ini, Samara bangun pagi- pagi buta dan berpakaian serba hitam, dia juga tidak mengenakan topeng wajahnya dan hanya mendandani wajahnya dengan tipis. Javier yang sedang bersandar didepan pintu kamar menatap punggung ibunya dan berkata dengan cemberut : “Ibu, apakah kamu tidak berencana mengajakku
untuk mengunjungi nenek?” “Diluar hujan, makam nenekmu ada diatas gunung, jalanannya tidak rata, kamu dirumah saja ya.” Jelas-jelas dia adalah istri sah dari Keluarga Wijaya, tapi malah dimakamkan dipuncak gunung yang bahkan tidak diketahui namanya, selama dia tidak berada di Metropolis, makam ibunya pasti juga tidak terurus dan sudah dipenuhi rerumputan liar. “Kalau begitu, lain kali kamu harus membawa serta saya dan kakak ya.” Javier mengemas kue ku dan memberikannya kepada Samara : “Ibu, ini kue ku yang saya buatkan khusus untuk nenek, kamu bawakan untuk nenek ya.” Samara membelai kepala mahkluk kecil itu dan tersenyum cerah : “Baik.” Setelah keluar, Samara memesan sebuah taksi dan pergi menuju Gunung Limah yang terletak di pinggiran kota. Dan setelah sampai, dia menyadari situasi seperti yang dia bayangkan, hujan membuat gunung itu sulit didaki, dan dia menghabiskan banyak energi untuk sampai dipuncak gunung itu. Samara menyeka lumpur dari batu nisan, meletakkan bunga lili dan kue ku di depan makam. Hujan terus turun, Samara memandangi foto wanita lembut dan anggun yang ada di batu nisan, matanya merah dan masam, dia berdiri diam di sana untuk waktu yang lama sebelum akhirnya perlahan-lahan berbalik dan pergi. Setelah berjiarah, Samara beranjak dari pinggiran kota menuju pusat kota. Karena kehujanan, tubuhnya menjadi kedinginan, dan saat menemukan sebuah café dan toko buku, dia membuka pintu dan masuk kedalam. Selama beberapa tahun terakhir, Samantha terjun kedalam industri hiburan, dan agar terhindar dari masalah yang tidak perlu, Samara tidak memakai topeng wajah yang biasanya dia pakai, tetapi dia mengenakan kacamata hitam dan masker yang menutupi sebagian besar wajahnya. “Segelas kopi hitam.” “Segelas kopi hitam.” Satu suara terdengar saat Samara memesan kopinya. Samara menoleh ke asal suara, dan tanpa diduga dia menemukan sesosok pria dengan tatapan dalam dari mata tajamnya, dan membuat hatinya tersontak. Apa yang dinamakan dengan dunia itu sempit? Ini adalah penjelasannya! Dia benar-benar bertemu dengan Asta, disini.