Bab 105
Dab 105
Dia menahan seluruh kemarahan yang ada di dalam tubuhnya, takutnya kalau dia melikatnya lagi, dia akan mencekik leher Agatha.
Kalau saja dia tadi datang sedikit lebih lambat, Selena pasti sudah habis!
Dulu Agatha cemburu dan iti hati, tetapi dia memilih untuk membiarkannya.
Akhirnya hanya menjadi pertengkaran kecil wanita, tetapi dia tak pernah menyangka bahwa permasalahannya akan seperti ini.
Harvey melihat luka di atas alis Selena dan berkata, “Kamu urusi lukamu dulu, serahkan Harvest pada Jena.”
Jena adalah pembantu yang diutus Harvey untuk menjaga Harvest. Begitu Selena melihat ruam merahnya sudah terkontrol, dia baru bisa bernapas lega dan menyerahkan sisanya pada
pembantu.
“Ibu, Ibu.” Harvest menjerit lagi. Begitu melihatnya mau pergi, Harvest menjadi panik dan tidak tenang seperti tadi.
Selena terharu melihatnya menangis, kemudian kembali memeluknya, Harvest akhirnya diam dan bersandar di pelukannya dengan tenang.
Harvey mengambil kapas dan mendekat, Selena secara refleks mencoba menghindari sentuhannya, tetapi Harvey memberi perintah dengan nada dingin, “Jangan bergerak.”
Selena yang melihat seluruh ruang ini adalah bawahan Agatha dan hanya Harvey yang bisa dia percaya, terpaksa diam di tempat.
Harvey tahu bahwa Selena takut sakit, makanya dia melakukannya dengan pelan. Selena menahan rasa sakitnya tanpa mengeluarkan suara sedikit pun.
Gadis manis yang dulunya manja berubah menjadi seperti ini sekarang, tentu saja semua ini karenanya. Perlakukan dan perkataannya yang dingin selama 2 tahun ini, membuatnya perlahan
menjadi seperti ini. Tidak ada senyuman, tidak ada keluhan, bahkan tidak akan menjerit kesakitan.
Pandangannya tertuju pada helai rambut Selena yang masih ada sisa-sisa putih telur di atasnya. Kemarahan pun menjalar dari hati Harvey ke seluruh tubuhnya, hingga kemarahannya
memuncak.
Tanpa sadar, dia menekan kapas ke luka Selena dengan kuat. “Sss.” Selena terkejut dan menjerit sakit.
“Sakit, ya?” tanya Harvey sambil menempelkan jarinya di bawah dagunya, kemudian nada bicaranya pun sedikit melembut, “Kalau begitu aku akan lebih lembut.”
Suara seperti ini terdengar sangat ambigu, Selena tidak mengerti bagaimana suara dan ekspresi bisa mengalihkan pandangannya. “Tidak sakit.”
Dia menangani lukanya dengan cepat, bahkan menempelkan plester berwarna merah. Karena gadis kecil menyukai sesuatu yang cantik, maka plesternya pun harus yang lucu.
Dia masih mempertahankan kebiasaan itu. Selena berkata dengan datar, “Terima kasih.”
Dia dengan tenang menjauhkan diri darinya sambil berkata, “Sudah larut, aku sudah di tunggu di rumah untuk makan, jadi jagalah anak ini dengan baik. Aku pulang duluan, ya.”.
“Aku akan menyuruh Alex mengantarmu.” “Oke, terima kasih.”
Selena menyerahkan Harvest pada Harvey, tetapi Harvest malah segera menangis. “Ibu, Ibu, peluk.
“Anak baik.” Selena mengusap rambutnya dengan lembut dan berkata, “Bibi akan datang menemuimu lagi nanti.”
Harvest enggan melepaskannya, Harvey menariknya dengan paksa seperti menggenggam seekor ayam kecil, dengan tatapan dingin Harvest tidak berani bersikap nakal.
Ini berasal dari penindasan keturunan. Terlintas dalam benak Selena, alangkah baiknya kalau ini
adalah anaknya.
Begitu menyadari dirinya memiliki pemikiran yang menakutkan seperti ini, dia segera menggelengkan kepalanya. Harvey berkata, “Nanti aku akan menjelaskan padanya apa yang terjadi pada hari ini.”
Selena hanya menjawab dengan sebuah kalimat, “Bersikaplah sedikit lebih baik pada anak ini.”
Seusai bicara, dia segera meninggalkan tempat ini.
Dia keluar dan melihat laut biru yang indah. Kalau saja anaknya masih ada, dia pasti akan menganggapnya harta yang berharga, bukan sebagai peliharaan.
Begitu memikirkan anaknya yang bahkan belum sempat merasakan segarnya udara, hati Selena terasa sakit. Belum beberapa langkah, tubuhnya tiba-tiba jatuh pingsan di hadapan Alex.
“Nyonyal