Antara Dendam dan Penyesalan

Bab 36



Bab 36

Selena terus menghitung sampai Harvey masuk ke mobil, tetapi Harvey tidak pernah menoleh ke belakang.

Selena yang dilupakan saat ini mempertahankan posisinya dan berbaring di bawah. Meskipun efek kemoterapi jauh lebih sedikit dibandingkan dengan yang pertama kali, tubuhnya masih sangat lemah. Kejadian barusan seperti mematahkan tulangnya.

Chandra dan yang lainnya pergi mengantar Harvey. Dulu masih ada Benita, tetapi setelah Benita pergi, vila besar itu tampak kosong.

Salju tipis turun dari langit, hawa di sekitar sedingin es membuat tangan dan kaki Selena membeku.

Selena ingin seseorang menolongnya, siapa pun juga boleh.

Tasnya berada tidak jauh dari posisinya, tetapi dia sama sekali tidak memiliki tenaga untuk bergerak.

Selena hanya bisa melihat kepinganvang beterbangan. Air mata mengalir pelan di pipinya sembari terus menghitung dengan lembut, “885, 886...” (1

Tepat ketika hitungannya mencapai 1038, Selena sudah merasa jauh lebih baik, jadi dia menggunakan tangan satu lagi untuk perlahan berdiri.

Saat ini, seluruh tubuhnya seperti es. Ketika taksi tiba, hidungnya sudah merah karena kedinginan. Dia tidak bisa mengangkat tangannya, jadi dia mengulurkan tangan ke mulutnya

supaya lebih hangat.

“Nona, kamu kedinginan, ya? Kamu pergi ke rumah sakit sendirian? Sudah larut begini, kamu harus berhati—hati. Sebaiknya ada seseorang yang menemanimu. Kamu sangat cantik, ada laporan tentang gadis lajang yang hilang baru—baru ini.”

Sopir taksi memberi masukan saat melihat Selena seorang diri ke rumah sakit.

Selena akhirnya meletakkan tangannya. Penghangat di dalam mobil membuat tubuhnya perlahan menghangat. Dia melihat pemandangan di luar dengan sedikit senyuman di bibirnya. Terima kasih, Pak. Aku baik—baik saja, saudaraku akan segera tiba.”

Sebenarnya Selena tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini.

Lewis seharusnya sudah pulang kerja, jadi Selena mengambil nomor dokter lain yang sedang bertugas.

Saat membuka pintu, Selena melihat sosok yang dia kenal.

Lewis, yang mengenakan jas putih, sedang menundukkan kepalanya. Kaca mata perak yang bertengger di hidungnya membuat wajahnya tampak lebih anggun.

Selena tidak menyangka Lewis akan bertugas malam ini. Kalau Selena pergi sekarang, Lewis pasti akan menyadarinya. Ketika dia ragu-ragu, Lewis sudah mendongak dan menatapnya.

Pupil gelap di balik lensa melirik Selena dengan tatapan senang, tetapi berubah menjadi kekhawatiran dalam sekejap.

Lewis tidak menyangka Selena akan datang menemuinya di tengah malam, jadi dia berdiri untuk menyambutnya, “Apa yang terjadi?” 1

Tangan Selena sangat kebas dan mati rasa, entah karena dingin atau apa.

Selena langsung berbicara tanpa ragu, “Kak Lewis, tanganku terluka.”

Ekspresi Lewis berubah drastis ketika mendengar bahwa tangan yang dipasang kateter intravena yang terluka. “Coba aku lihat. Kamu sendiri pernah belajar kedokteran, jadi kamu seharusnya tahu kalau kateter intravena terlepas, bakal memengaruhi kontraksi jantung dan membahayakan

nyawamu!”

Ini bukan masalah sepele. Selena sangat memperhatikan kondisi lengannya, tetapi karena kejadian barusan terjadi begitu cepat, dia tidak bisa memprediksi hal seperti ini akan terjadi.

Lewis segera memeriksa lengan Selena. Untungnya tidak lepas, jadi Lewis bisa menghela napas

lega.

Selena saat ini berkata, “Kak Lewis, tolong bantu lepas.”

“Lepas? Kamu masih harus kemoterapi beberapa kali lagi...”

Melihat kecemasan di mata Lewis, Selena berkata dengan datar, “Aku tidak mau kemoterapi lagi.”

“Aku sudah bilang, kondisimu cukup baik, jadi peluangmu untuk bertahan hidup setelah operasi sangat tinggi.” Wajah Selena sangat pucat, dia menjawab, “Kak Lewis, cukup sampai di sini saja.”

SURPERISE GIFT: 500 bonus free for you, activity time is limited!


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.